Pada hari ini, Ahad, 03 Desember 2023, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIT Aqidah Usymuni berhasil menyelenggarakan Workshop Keagamaan dengan tema yang relevan di tahun politik, yaitu “Moderasi Beragama dan Politik Identitas” Acara yang diadakan di aula STIT Aqidah Usymuni ini mengundang sejumlah mahasiswa dari berbagai jurusan untuk turut serta dalam diskusi yang mendalam tentang hubungan antara agama dan identitas politik.
Menurut Ketua Pelaksana acara, Mujahid Nasrullah, dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana agama dan politik identitas dapat saling beriringan secara harmonis dalam kehidupan sehari-hari. “Maka pelaksanaan workshop kali ini diharapkan memberikan ruang dialog dengan visi dan misi yang jauh ke depan,” demikian Mujahid Nasrullah mengatakan. Termasuk juga follow up dari kegiatan ini berupa kerja sama yang baik dengan pihak yang berwenang.
Misrohatul Ummah, sebagai Ketua BEM STIT Aqidah Usymuni, dalam sambutannya mengatakan bahwa tema agama dan politik identitas adalah sebuah realitas di tahun politik. “Karena di tahun 2024, tepatnya 14 Februari kita dihadapkan dengan elektabilitas Pilpres, maka kita harus memakai hati nurani dalam menggunakan hak suara.”
Workshop yang dipandu oleh para pemateri yang berpengalaman dalam bidang keagamaan dan sosial ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk berdiskusi, bertukar pandangan, dan merespons tantangan-tantangan dalam menghadapi politik identitas di tengah-tengah pluralitas masyarakat. Selain itu, para peserta juga diberikan wawasan mengenai pentingnya memelihara moderasi dalam beragama serta cara mengelola perbedaan pandangan secara konstruktif.
Waka III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Edy, dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini untuk menambah wawasan terkait kesepahaman antara agama dan moderasi atau antara agama dan politik identitas. “Kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan identitas mahasiswa,” demikian Pak Edy menjelaskan.
Terkait dengan politik saat ini, mendekati pemilu 2024, kita sebagai mahasiswa tidak boleh menjatuhkan martabat salah satu calon yang ada. Karena hal tersebut bukan karakter mahasiswa yang baik, apalagi jika dikaitkan dengan agama, khususnya agama Islam. “Sebagai pembelajar tidak boleh memihak dalam makna apatis dan skeptis, karena kita harus menggunakan akal sehat,” begitu penjelasan yang disampaikan oleh Pak Edy. Bapak Edy juga membuka acara workshop ini dengan harapan semoga kegiqtan ini memberikan hazanah keilmuan yang lebih mendalam.
Sementara itu, sebagai pemateri dalam waorkshop ini, Waka I Bidang Akademik, Bapak Zainol Kamal, menyampaikan bahwa politik identitas melahirkan nilai-nilai absurd, seperti ungkapan cebong, kampret, kadrun, aseng, dan lain sebagainya. “Selama kita berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945, maka politik identitas tidak akan memberikan pengaruh negatif,” demikian Pak Kamal mengatakan di antara materi yang disampaikan.
Masih banyak lagi yang disampakan oleh pemateri terkait dengan modetasi agama dan politik identitas. Intinya, bahwa politik identitas akan bernilai negatif jika tidak dibangun atas dasar moderasi, saling menghargai, dan membangun persatuan dan kesatuan. Tetapi, identitas yang kita bawa akan bernilai positif jika dikontstruksi atas nilai-nilai kebenaran dan kemaslahatan.
Dalam suasana yang penuh antusiasme, workshop ini diakhiri dengan harapan bahwa para peserta dapat menerapkan pemahaman yang didapatkan dalam kehidupan mereka serta menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi masyarakat dalam memandang hubungan antara agama dan politik identitas. Kepemahaman ini juga diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial dalam segala aspeknya.
Diharapkan, keberhasilan workshop ini dapat menjadi tonggak awal bagi kesadaran akan pentingnya moderasi beragama serta pengelolaan politik identitas yang sehat di lingkungan kampus maupun dalam konteks sosial yang lebih luas. Karena hakikat makna keberhasilan adalah teori yang aplikatif dalam realitas kehidupan. Wallahu A’lam!